Minggu, 20 November 2011

India Negara Miskin Yang Tidak Gaptek



            Salah satu Negara termiskin di dunia adalah india, kenapa saya bisa mengatakan seperti itu karena banyak sekali artikel yang ada di media internet yang menjelaskan hal –hal kemiskinan pada Negara tersebut (india). Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.
               Tetapi dalam bidangk tehnologi informasi Negara india tidak bias di pandang sebelah mata, Negara ini banyak melahirkan orang – orang yang sangat fasih terhadap bidang tersebut (tehnologi informasi). Pada 26 April 2005, House of Representatives Amerika Serikat mengeluarkan resolusi berisi penghormatan terhadap penduduk AS yang berkebangsaan India.secara khusus, resolusi itu menyebutkan bahwa para alumnus Indian Institute of Technology (IIT) telah menyumbang inovasi ekonomi kepada masyarakat AS dan menekankan kepada bangsa Amerika untuk mengakui kontribusi besar tersebut. Resolusi ini memperlihatkan selain penghormatan terhadap alumni IIT juga pengakuan betapa lembaga pendidikan tinggi India di bidang teknologi itu memiliki reputasi internasional.

               Pengakuan dunia terhadap IIT juga tertuang dalam The Times Higher Education Supplement, media cetak dan online yang memfokuskan diri pada bidang pendidikan, yang membuat ranking terhadap universitas- universitas ternama di seluruh dunia.

               Menurut terbitan itu, IIT berada pada urutan ketiga teratas setelah Massachusetts Institute of Technology (MIT) dan University of California Berkeley untuk bidang teknologi. Adapun untuk bidang  sains, IIT berada pada urutan ke-36, dan ada di posisi ke-50 sebagai universitas terbaik di dunia. Seluruh pengakuan ini didasarkan pada kenyataan di lapangan yang memperlihatkan para alumnus IIT menduduki posisi-posisi penting di perusahaan-perusahaan besar tingkat dunia.

               Salah satu contoh, NR Narayana Murthy, pendiri Infosys, salah satu perusahaan teknologi informasi terbesar India berbasis di Bangalore, adalah alumnus IIT. Infosys sendiri memiliki lebih dari 30 kantor di seluruh dunia.

               Alumnus lain, Vinod Khosla, adalah salah satu pendiri Sun Microsystems, perusahaan teknologi informasi besar di AS. Daftar nama ini akan bertambah panjang dengan memasukkan perusahaan seperti Cirrus Logic, McKinsey, Vodafone, Citigroup, Novell, dan masih banyak lagi.

Center of excellence

               India, negeri berpenduduk lebih dari satu miliar jiwa, dikenal
memiliki lembaga pendidikan tinggi yang diakui dunia. Selain IIT, juga ada Indian Institute of Science (IISc) yang berlokasi di Bangalore. Tahun 2003, IISc yang telah didirikan sejak tahun 1909 dimasukkan ke dalam daftar 300 perguruan tinggi top dunia oleh Shanghai Jiao Tong University, salah satu universitas ternama di China.    Atau institusi pendidikan lainnya seperti All India Institute of Medical Sciences (AIIMS), oleh majalah Newsweek dimasukkan dalam ranking 10 besar institusi ternama di seluruh dunia dalam hal penanganan pasien. Selain ketiga lembaga itu, beberapa lembaga pendidikan tinggi lain memang dirancang untuk menjadi center of excellence di India. National Institutes of Technology, misalnya, awalnya adalah Regional Engineering Colleges (RECs) yang terdapat di 17 kota. Ke-17 RECs ini telah berdiri sejak akhir tahun 1950-an dan tersebar di seluruh negara bagian. Tahun 2002, Pemerintah India memutuskan meningkatkan mutu RECs setara dengan IIT.

               Maka, sejak empat tahun lalu, RECs berubah menjadi National Institutes of Technology (NIT) yang berfungsi sebagai perguruan tinggi teknik otonom, memiliki kewenangan membuat kurikulum sendiri, serta memakai bahasa pengantar Inggris di seluruh NIT. Pertanyaannya, bagaimana India mencapai hal itu? Satu hal yang pasti adalah rancangan pendidikan tinggi di India, terutama di bidang teknologi, telah dimulai sejak awal berdirinya negeri ini. Ketika itu, Pandit Jawaharlal Nehru, Perdana Menteri pertama India, ingin mewujudkan cita-cita India sebagai pemimpin di bidang sains dan teknologi selain terutama untuk melayani permintaan yang terus bertambah akan tenaga-tenaga terlatih di bidang ini. Maka, bekerja sama dengan sektor industri, Pemerintah India memutuskan mendirikan institusi pendidikan di bidang ini di seluruh
India. Seperti IISc memfokuskan diri pada riset dan pendidikan teknologi mutakhir.

               Didirikan tahun 1909 atas prakarsa seorang industrialis India, Jamsetji Nusserwanji Tata, IISc menawarkan program-program riset postgraduate dan doktoral kepada lebih dari 2.000 peneliti aktif yang bekerja di 48 departemen, mulai dari teknologi ruang angkasa, fisika, biologi molekular, kelautan, komputer dan otomotif, hingga manajemen. Hasil-hasil riset yang membawa terobosan membuat jurnal bergengsi seperti Current Science menetapkan IISc sebagai lembaga riset terbaik di India dalam kaitan dengan hasil riset. Keseriusan Pemerintah India membangun tenaga terdidik di bidang teknologi dibuktikan dengan pemberian status istimewa kepada lembaga-lembaga pendidikan tinggi tersebut melalui undang-undang seperti Indian Institute of Technology Act.

              




               Undang-undang tersebut memastikan bahwa semua IIT memiliki hak-hak istimewa dan meletakkan fondasi bagi gerak mereka sebagai institusi berkelas internasional. Baru-baru ini, bahkan Kementerian Keuangan India memberikan bantuan sebesar 25 juta dollar AS yang diambil dari budget nasional untuk pengembangan Indian Institute of Science. Selain itu, kesadaran penuh pemerintah untuk berkolaborasi dengan dunia industri menunjukkan terintegrasinya sistem pendidikan tinggi India dengan laju perkembangan industrinya. Kondisi inilah yang memungkinkan India melahirkan tenaga terdidik dan terampil untuk merespons globalisasi. Menurut perkiraan, setiap tahun India memproduksi 350.000 insinyur, jumlah yang dua kali lipat
lebih besar dibandingkan dengan yang dihasilkan AS.

               Secara keseluruhan, dengan sekitar 300 universitas dan lebih dari 15.600 college, India memproduksi 2,5 juta tenaga terampil setiap tahun, hanya sedikit di bawah AS dan China. Hampir sebagian besar tenaga terdidik ini mengisi pos-pos pekerjaan di dalam negeri. Fenomena yang cukup menonjol adalah munculnya perusahaan-perusahaan outsourcing India yang mengandalkan kemajuan di bidang teknologi, terutama teknologi informasi. Di sektor industri penerbitan saja nilai bisnis outsourcing ini diperkirakan mencapai 200 juta dollar AS pada tahun 2006. Bahkan, sebuah perusahaan riset dan intelijen bisnis di India, ValueNotes Database Pvt Ltd, memprediksi bahwa nilai bisnis ini di India akan menyentuh angka 1,1 miliar dollar AS tahun 2010. Banyak perusahaan asing, di AS ataupun Inggris, memilih memindahkan sebagian pekerjaannya ke India, dengan melihat kenyataan berlimpahnya tenaga terampil berbahasa Inggris di negeri ini dan penghematan ongkos produksi yang bisa mencapai 50-70 persen dibandingkan dengan di negeri-negeri Barat.

               Meski demikian, semua keberhasilan India dalam membangun tenaga terdidik bidang teknologi ini masih menyisakan paradoks. Bagaimanapun, jumlah lembaga pendidikan tinggi yang menjadi center of excellence India masih terlalu kecil bagi negeri sebesar India. Dengan universitas dan college yang ada saat ini, sesungguhnya India hanya bisa melayani 7 persen dari total jumlah kelompok umur yang seharusnya mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Selain itu, persoalan disparitas antara negara bagian di wilayah utara dan selatan juga mengemuka. Menurut catatan Marie Lall dari Chatham House, sebuah lembaga swadaya masyarakat berbasis di Inggris yang menangani isu-isu. internasional, di Negara Bagian Bihar terdapat kurang dari satu lembaga pendidikan di bidang teknologi untuk setiap 10 juta penduduk.

               Negara Bagian Tamil Nadu memiliki hampir empat institusi teknik untuk setiap satu juta penduduknya (www.chathamhouse.org.uk/pdf/research/asia). Sebagian besar college yang ada merupakan affiliated colleges, yaitu institusi cabang dari institusi induknya. Umumnya, affiliated colleges ini tidak memiliki infrastruktur memadai seperti jumlah dosen yang sedikit, perpustakaan dengan koleksi buku memprihatinkan, dan tentunya tidak dapat diharapkan bisa memproduksi riset-riset berkualitas. Kondisi ini mendorong banyak mahasiswa India dengan kantong tebal. memilih menuntut ilmu di luar negeri. Dalam sebuah artikel di YaleGlobal online diungkap bahwa India telah mengeluarkan sekitar 3 miliar dollar AS per tahun untuk mengongkosi sekolah mahasiswanya di luar negeri.

               Menurut catatan, ada sekitar 80.000 mahasiswa India menuntut ilmu di AS dan 5.000 mahasiswa kedokteran India studi di China. Sebaliknya, sebuah riset yang dilakukan Association of Indian University mengungkap turunnya jumlah mahasiswa asing yang kuliah di India, dari 12.765 orang pada tahun akademik 1992-1993 menjadi hanya 7.745 orang pada tahun 2003-2004.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar